Kamis, 28 Februari 2013

Pemetaan digital


Pengertian pemetaan digital
Peta adalah sarana informasi (spasial) mengenai lingkungan. Pekerjaan – pekerjaan teknik sipil dan perencanaan, dasarnya membutuhkan peta-peta dengan  berbagai macam jenis tema dan berbagai macam jenis skala Pemetaan adalah suatu proses penyajian informasi muka bumi yang fakta (dunia nyata), baik bentuk permukaan buminya maupun sumbu alamnya, berdasarkan skala peta, system proyeksi peta, serta symbolsymbol dari unsur muka bumi yang disajikan. Kemajuan di bidang teknologi khususnya di bidang computer mengakibatkan suatu peta bukan hanya dalam bentuk nyata (pada selembar kertas, real maps, atau hardcopy), tetapi juga dapat disimpan dalam bentuk digital, sehingga dapat disajikan pada layar monitor yang dikenal dengan peta maya (Virtualmaps atau softcopy).
Pemetaan digital adalah suatu proses pekerjaan pembuatan peta dalam format digital yang dapat disimpan dan dicetak sesuai keinginan pembuatnya baik dalam jumlah atau skala peta yang dihasilkan. Format digital terdiri dari 2 macam
1. Raster
Merupakan format data dengan satuan pixel (resolusi/kerapatan) ditentukan dalam satuan ppi (pixel per inch). Tipe format ini tidak bagus digunakan untuk pembuatan peta digital, karena akan terjadi korupsi data ketika dilakukan pembesaran atau pengecilan. Contoh format data raster :
bitmap (seperti tiff, targa, bmp), jpeg, gif, dan terbaru PNG.
2. Vektor
Merupakan format data yang dinyatakan oleh satuan koordinat (titik dan garis termasuk polygon) format ini yang dipakai untuk pembuatan peta digital atau sketsa. Contoh format ini : dxf (autocad), fix (xfig), tgif (tgif), dan ps/eps (postscrift).
Keunggulan pemetaan digital dibanding pemetaan konvensional


Bagian - bagian pemetaan digital
Pemetaan digital terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, tenaga kerja, dan perangkat intelegensia.
1. Perangkat keras
Komponen dasar perangkat keras Pemetaan Digital dapat dikelompokan sesuai dengan fungsinya antara lain
a. Peralatan pemasukan data, misalnya papan digitasi (digitizer), Penyiam (scanner), keyboard, disket dan lain-lain.
b. Peralatan penyimpanan dan pengolahan data, yaitu komputer dan perlengkapannya seperti : monitor,
papan ketik (keyboard), unit pusat pengolahan (CPU- central processing unit), cakram keras (hard-disk), floppy disk,dan flashdisk
c. Peralatan untuk mencetak hasil seperti printer dan plotter
- Sistem masukan terdiri dari :
1. Data tekstual (atribut), dapat ditinjau dari data hidrologi, geologi teknik, tata guna lahan, data geometris dan data-data lainnya.
2. Data grafis atau peta terdiri dari petapeta topografi dan peta-peta tematik.
3. Sistem pemrosesan dan penyimpanan terdiri dari :
a. Pemrosesan data tekstual yaitu dapat berdiri sendiri tanpa dihubungkan dengan informasi grafis tetapi dapat juga bergantung pada atau berkaitan dengan informasi grafis.
b. Pemrosesan data grafis meliputi manipulasi penyajian grafis, pembuatan peta-peta tematik, penggabungan informasi grafis, kodifikasi penyajian dengan atributnya, overlay atau penumpukan tema tertentu, pembuatan legenda, perhitungan luas suatu area atau kurva, perhitungan jarak, pembuatan garis kontur untuk tema tertentu, perhitungan beda tinggi, orientasi relatife dan orientasi absolute posisiposisi dan lain sebagainya.
c. Sistem keluaran
Keluaran akhir dari pemrosesan data dapat berupa suatu tabel-tabel, laporan-laporan, grafik atau peta. Hasil ini dicetak sesuai format yang berlaku dan dicetak berdasarkan kepentingan dan keinginan pengguna.
2. Perangkat lunak
Perangkat lunak yaitu alat atau media yang digunakan untuk konversi, penggambaran, penyimpanan, pemanggilan pemanipulasian dari analisis data untuk melengkapi serta untuk penyajian informasi. Perangkat lunak yang digunakan biasanya mempunyai fasilitas database koordinat baik 2 dimensi maupun 3 dimensi yang dilengkapi pula dengan hubungan antar muka sistem masukan dan sistem keluaran.

Sistem Masukan dan Keluaran
Bagian teratas dari diagram memperlihatkan sistem masukan yang menghasilkan informasi kepada basis data topografi digital. Masukan ini dapat diperoleh dari suatu sumber informasi atau dari sumber-sumber yang berbeda-beda dan terdiri dari :
- Hasil digitasi peta-peta topografi yang telah ada atau dari peta-peta ortofoto,
- Survei digitasi langsung dari model orientasi absolute
- Survei lapangan,
- Laporan-laporan (atribut, karakteristik fungsional),
- Laporan topologi yang ada serta berhubungan fungsional dan features petanya,
- Laporan serta kesatuan grafis yang berhubungan dengan aplikasi kajian,
- Informasi kuantitatif hasil dari analisis data spasial berikut keberadaannya.
Informasi-informasi di atas dapat diperoleh langsung atau diperoleh setelah dilakukan manipulasi dan analisis lebih lanjut.

Tenaga kerja
Tenaga kerja yang dilibatkan pada pemetaan digital biasanya relatif sedikit dan dapat terdiri dari operator produksi data. Tenaga kerja termasuk kedalam pengguna kelas pertama dan pengguna kelas kedua .
- Pengguna kelas pertama :
pemrograman aplikasi tertentu yang bertanggung jawab dalam penulisan program-program aplikasi untuk eksplorasi basis data.
- Pengguna kelas dua :
Pengguna akhir yang dapat mengakses dan memanggil kandungan basis data dari suatu terminal komputer atau stasiun kerja (workstation) untuk komunitas penunjang tertentu.
- Perangkat Intelegensia
Perangkat intelegensia melibatkan pakar komputer, pakar geodesi, dan pakar pemrograman serta pembangunan sistem untuk menghasilkan otomatisasi pembuatan peta. Perangkat intelegensia termasuk pengguna kelas ketiga.
- Pengguna kelas ketiga :
Administrator batas basis data, yaitu orang atau sekelompok orang yang bertanggung jawab dalam pengawasan sistem basis data secara keseluruhan.

Sistem pengubah peta analog menjadi peta digital
- Sistem masukan
Data analog yang akan didigitalisasikan terdiri dari data grafis dan data atribut.
Kedua jenis data ini berbeda prinsip pemasukan datanya kedalam lingkungan komputer. Sistem masukan untuk mengubah peta analog menjadi peta digital dapat dilakukan melalui papan ketik (keyboard), alat digitasi peta (digitizer) dan alat pemindai (scanner). Media pemasukan ini dipilih berdasarkan jenis datanya dan ketelitian data yang diinginkan. Untuk data atribut biasanya dilakukan melalui papan ketik, untuk data grafis biasanya dilakukan melalui digitasi atau alat scan. Pemasukan data tersebut beracuan pada jenis datanya.
- Sistem keluaran
Sistem keluaran data dapat berupa hardcopy, softcopy, atau elektronik keluaran hardcopy berupa suatu media penyajian permanen. Keluaran softcopy adalah keluaran dalam bentuk penyajian di layar komputer, keluaran softcopy digunakan sebagai pedoman interaksi bagi operator untuk mengevaluasi hasil di layar sebelum hasil akhir tersebut dicetak. Pengajian dalam bentuk softcopy biasanya tidak digunakan sebagai keluaran akhir karena ukurannya yang relatif kecil serta kekurangan dalam kualitas data jika disajikan dalam citra fotografi dan elektronis. Keluaran dalam bentuk elektronis terdiri dari file-file komputer. Keluaran dalam bentuk elektronik ini dimaksudkan untuk pemindahan data ke system komputer lain untuk penambahan analisis atau menghasilkan keluaran hardcopy ditempat lain.
- Sistem penyimpanan
Sistem penyimpanan data dapat berbentuk kaset, hard disk, compact disk, disket,atau flashdisk.
- Sistem pengolahan
Sistem pengolahan data peta digitall dapat ditunjang oleh berbagai macam processor yang dilengkapi pemroses numeris dan memori pengaksesan data acak (RAM)
- Sistem koordinat
Sistem koordinat grafis pada CAD untuk aplikasi digital dapat dilakukan secara absolute, relatife, atau polar.
Fasilitas-fasilitas pemotongan garis, penyambungan garis pembuatan sudut menyiku, pengulangan grafis, penggabungan grafis, pemisahan grafis, pembuatam kotak, pembuatan lingkaran, pembuatan ellips dan fasilitas-fasilitas lain untuk penggambaran dapat mudah dilakukan diperangkat lunak CAD. Sejalan dengan kemajuan teknologii komputer beserta perangkat lunaknya, maka informasi pada peta telah diubah menjadi suatu bentuk data digital yang siap dikelola. Oleh karena itu, pekerjaan pemetaan saat ini tidak hanya membuat peta saja, tetapi mengelolanya menjadi informasi spasial melalui pengembangan basis data. Basis data tersebut dapat diolah lebih lanjut sehingga dapat menghasilkan berbagai informasi kebumian (geoinformasi) yang dibutuhkan oleh para perencana atau pengambilan keputusan.
a. Tahap dalam pemetaan digital
1. Membangun basis geografi
Resolusi peta dan akurasi yang tersaji pada basis lahan geografi tidak seluruhnya memenuhi syarat untuk tema-tema lain, baik tematema yang berhubungan untuk jaringan irigasi atau tema lain yang memberikan andil dalam perencanaan irigasi.
Tampilan untuk topografi kajian.
Peta-peta topografi sebagai suatu basis informasi untuk sistem perencanaan irigasi harus menyajikan tema-tema yang berhubungan dengan hidrologi, geologi, dan tata guna lahan.
2. Informasi sistem geologi terdiri dari batas batuan, nama batuan, sesar, kekar, dan morfologi.
Informasi penyajian sistem hidrologi terdiri dari jaringan sungai, nama sungai, batas daerah aliran sungai utama atau satuan wilayah sungai, posisiposisi stasiun curah hujan, stasiun
iklim, stasiun penduga air dan nama-nama stasiun tersebut.
Informasi penyajian sistem tata guna lahan terdiri dari batas peruntukan lahan nama peruntukan lahan.
3. untuk pemetaan sistem irigasi ini, seluruh data yang dibutuhkan dimasukkan kedalam bentuk digital. Peta-peta berbagai jenis dalam bentuk lembaran diubah menjadi peta-peta digital dan diklasifikasikan penyajiannya kedalam penyajian garis, kurva atau titik. Informasi informasi atribut dimasukkan kedalam komputer dan dihubungkan terhadap penyajian-penyajian grafis yang bersesuaian dengan suatu penghubung yang unik baik berupa koordinat atau identifier. Informasi atribut dan informasi grafis yang telah dihubungkan tersebut melalui media perangkat lunak dan perangkat keras yang ada diharapkan lebih dapat mengoptimalkan perencanaan jaringan irigasi.
Peralatan, bahan dan prosedur pemetaan digital

Pemetaan tanah digital (disingkat PTD) atau digital soil mapping
Era informasi ditandai dengan pemanfaatan teknologi komputer, teknologi komunikasi dan teknologi proses secara terintegrasi, untuk mewujudkan masyarakat yang semakin nyaman dan sejahtera. PTD dapat didefenisikan sebagai penciptaan dan pengisian sistem informasi tanah dengan menggunakan metode-metode observasi lapangan dan laboratorium yang digabungkan dengan pengolahan data secara spatial ataupun non-spatial. Metode PTD menggunakan variabel-variable pembentuk tanah yang dapat diperoleh secara digital (misalnya remote sensing, digital elevation model, peta-peta tanah)untuk mengoptimasi survai tanah di lapangan. Tujuan PTD adalah menggunakan variabel-variabel pembentuk tanah untuk menprediksi sifat dan ciri tanah keseluruhan area survai dalam Sistem Informasi Geografis. Dengan kata lain PTD adalah proses kartografi tanah secara digital.
Namun PTD bukan berarti mentransformasikan peta-peta tanah konvensionil menjadi digital. Proses PTD menggunakan informasi-informasi dari survei tanah lapangan digabungkan dengan informasi tanah secara digital, seperti citra (image) remote sensing dan digital elevation model. Dibandingkan dengan peta tanah konvensional, dimana batas-batas tanah digambar secara manual berdasarkan pengalaman surveyor yang subyektif. Namun dalam PTD teknik-teknik automatis dalam Sistem Informasi Geografis digunakan untuk menproses informasiinformasi tanah dengan lingkungannya.
a. Data spasial
Data spasial adalah data yang memiliki referensi ruang kebumian (georeference) di mana berbagai data atribut terletak dalam berbagai unit spasial. Sekarang ini data spasial menjadi media penting untuk perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan pada cakupan wilayah nasional, regional maupun lokal.
Pemanfaatan data spasial semakin meningkat setelah adanya teknologii pemetaan digital dan pemanfaatannya pada Sistem Informasi Geografis (SIG). Informasi spasial adalah salah satu informasi yang harus ada dan menjadi tulang punggung keberhasilan perencanaan pembangunan masyarakat di atas.
Penuangan informasi spasial dalam bentuk peta digital sangat dihajatkan dikarenakan hal-hal berikut:
1. Fleksibilitas penggunaannya untuk berbagai kepentingan sektoral pembangunan.
2. Semakin meluasnya penggunaan komputer personal dengan berbagai fasilitas untuk penampilan data grafis.
3. Semakin meluasnya pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berbasis peta digital. SIG semakin diharapkan kontribusinya dalam membantu pengambilan keputusan pada
kebijakan yang terkait dengan penataan dan pemanfaatan ruang.
b. Spesifikasi peta digital
Peta digital yang dapat diandalkan adalah yang memiliki data terintegrasi secara nasional bahkan internasional, cepat proses produksinya, akurat datanya serta terjamin proses pemutakhirannya.
3. Antisipasi
Pemetaan digital mencoba menerapkan teknologi mutakhir di bidang pemetaan yang seoptimal mungkin memanfaatkan teknologi digital. Dibandingkan dengan proses pemetaan sebelumnya, pada pemetaan digital terjadi reduksi tahapan proses produksi pemetaan dan reduksi waktu produksi yang berarti. Pemetaan digital menawarkan teknologi pemetaan yang menjamin kecepatan dan ketepatan produksi peta.

c. Yang unik pada pemetaan digital
Pemotretan foto udara dikombinasikan dengan teknologi penentuan posisi GPS Kinematis. Ini mereduksi kebutuhan titik kontrol lapangan yang memakan waktu lama dalam pengadaan dan sangat merepotkan dalam pemeliharaannya. Kebutuhan titik kontrol lapangan dipenuhi dengan pengukuran Differential GPS. Ini menjamin integrasi data dengan kerangka spasial nasional bahkan internasional. Kompilasi data fotogrametris stereo plotting dilakukan dengan pengkodean unsur yang konsisten. Artinya sejak proses ini basis data inisial telah tersusun. Kontur dihitung dengan pengukuran data ketinggian pada grid beraturan ditambah pada unsur-unsur penting, seperti jalan dan sungai. Penambahan data hasil proses cek lapangan, pemisahan warna cetak sampai pembuatan desain kartografis dilakukan hampir seluruhnya secara digital.
d. Produk
1. Titik Kontrol GPS, sangat bermanfaat untuk pengikatan pemetaan sektoral kepada kerangka spasial nasional.
2. Cek plot geografis, pada prinsipnya sudah dapat dimanfaatkan untuk aplikasi SIG sebagai masukan data dasar, atau dapat dimanfaatkan untuk pembuatan peta-peta khusus, misalnya peta jaringan jalan.
3. Peta digital, didistribusikan dalam media CD-ROM sangat membantu dalam mempercepat pengadaan data spasial dasar, siap digunakan oleh berbagai kepentingan pemetaan sektoral, sebagai pondasi pembuatan peta-peta tematik. Akan disediakan juga produk peta dalam bentuk cetak.
e. Daftar produk pemetaan digital
1. Foto Udara skala 1:50.000 dan 1:30.000 (untuk kota-kota: Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Kupang), berikut data GPS Kinematik.
2. Titik Kontrol GPS sebanyak kurang lebih 170 titik yang tersebar di seluruh wilayah pemetaan.
3. 9.950 Model Foto Udara untuk penghitungan triangulasi udara dan pemetaan.
4. 1.662 lembar peta skala 1:25.000 dalam bentuk cetakan dengan 5 warna.
5. Peta dalam format digital (pada media CD-ROM) yang antara lain memuat lapisan-lapisan (layer): jalan/komunikasi/transportasi, pemukiman, vegetasi, perairan dan kontur.


Digital Elevation Model (DEM) dengan kerapatan informasi ketinggian pada 100 x 10 meter.
I. Upaya pengamanan data pemetaan digital
Perkembangan teknologi komputer yang semakin cepat, canggih dan berkemampuan tinggi meliputi: kapasitas memori yang semakin besar, proses data yang semakin cepat dan fungsi yang sangat majemuk (multi fungsi) serta semakin mudahnya komputer dioperasikan melalui beberapa paket program, berdampak pula pada proses pembuatan peta. Pembuatan peta secara konvensional secara teoritis dapat di permudah dengan bantuan komputer mulai dari pembacaan data di lapangan yang dapat langsung di download ke komputer untuk pelaksanaan perhitungan poligon, perataan penghitungan (koreksi) dan lainlain, bahkan sampai pada proses pembuatan pemisahan warna secara digital sebagai bagian dari proses pencetakan peta.
Perkembangan lainnya adalah dapatnya peta-peta yang telah ada melalui proses digitasi baik secara manual menggunakan digitizer/mouse maupun dengan menggunakan scanner menyebabkan data dalam peta dapat ditransfer dari peta analog ke peta digital dan data dapat di perbaharui (ditambah maupun dikurangi dan lain-lain) sesuai kebutuhan pengguna.
Dengan berkembangnya teknologi satelit utamanya satelit navigasi yang dapat dipadukan dengan teknologi komputer, dampaknya terhadap bidang pemetaan juga semakin besar, yakni pembuatan peta melalui pemanfaatan citra satelit yang diedit/diolah dengan komputer. Mudahnya proses pembuatan peta tersebut juga dibarengi dengan kemudahan dalam hal memperbanyak, mentransfer, membuat duplikat (copy) kedalam disket atau media penyimpan/perekam lainnya sehingga mempermudah untuk disebar luaskan ataupun diperjual-belikan.
Tidak menutup kemungkinan hal itu dapat pula dilakukan terhadap peta-peta topografi buatan Dittop TNI-AD, peta-peta buatan Dishidros TNI-AL, peta-peta buat-an Dissurpotrud TNI-AU atau peta-peta lainnya yang berklasifikasi rahasia. Dipandang dari segi pertahanan, keamanan dan kepentingan militer, maka hal tersebut merupakan kerawanan, dimana sampai saat
ini kita masih menekankan produk peta tersebut di atas merupakan barang yang berklasifikasi rahasia dan terbatas (tergantung kadarnya), dimana untuk memperolehnya harus melalui prosedur yang telah ditetapkan.Tantangan yang kita hadapi sekarang adalah bagaimana cara mengamankan data pemetaan digital khususnya yang menyangkut daerah rawan, obyek vital di wilayah Republik Indonesia.
a. Pembuatan dan penggunaan peta digital.
Dengan semakin mudahnya proses pembuatan peta menyebabkan banyak pihak yang melibatkan diri dalam bidang survei dan pemetaan, khususnya yang bergerak dalam bidang penyediaan data spatial (muka ruang bumi) sesuai dengan keinginan pemesan/pengguna (user). Para produsen Selalu akan berusaha untuk dapat memenuhi keinginan dan pesanan dari para pengguna dan cenderung mengikuti permintaan pasar. Pada umumnya pihakpihak yang lapangan pekerjaannya berkaitan dengan perencanaan dan pemanfaatan ruang seperti halnya bidang transmigrasi, kehutanan, pertanian, perumahan, pekerjaan umum, pengembang perumahan dan lain-lain sangat membutuhkan peta sebagai salah satu sarana pokok dalam membuat perencanaannya. Sulitnya prosedur perolehan peta topografi merupakan salah satu faktor penyebab mereka mencari alternatif lain untuk memperoleh peta lain yang dapat memberikan informasi tentang medan sebaik atau lebih baik dari peta topografi, dalam hal ini contohnya seperti peta rupa bumi produk Bakosurtanal. Dengan perkembangan teknologi belakangan ini beberapa bagian wilayah Indonesia telah diliput dengan citra satelit dan direkam/disimpan dalam media compact disk yang dapat dipesan oleh pihak pengguna sesuai kebutuhan dan daerah yang dibutuhkan.
b. Pembuatan peta digital.
1. Ditinjau dari segi efisiensi pembuatannya ada kecenderungan semakin banyak pihak yang berkecimpung dalam pem buatan peta digital, karena prosesnya akan lebih singkat dibandingkan dengan pembuatan peta secara konvensional.
2. Dengan memanfaatkan sistem digitasi dengan digitizer (mouse) dan scanner dalam proses digitasi peta-peta yang telah ada, tidak menutup kemungkinan peta-peta yang di klasifikasikan sebagai dokumen rahasia akan diubah pula menjadi peta lain dalam bentuk data digital.
3. Pembuatan peta yang kemungkinannya lebih mudah dikembangkan adalah dengan pemanfaatan citra satelit. Hal ini disebabkan karena dengan orbit satelit yang setiap saat mengitari bumi termasuk wilayah Republik Indonesia, membuat cakupan rekaman data tentang kenampakan permukaan bumi wilayah Indonesia dapat direkam semuanya dan dapat dipetakan sesuai periode waktu yang ditetapkan. Salah satu kesulitan dalam proses pemetaan dengan citra satelit adalah masih diperlukan proses interpretasi data obyek yang ada pada citra satelit, sehingga diperlukan pengecekan lapangan (field checking) dan data/peta lain untuk ketepatan informasi tentang data yang dipetakan. Namun kesulitan ini dapat diatasi sendiri oleh pihak pengguna dengan jalan melaksanakan kegiatan pengecekan lapangan sendiri sesuai kebutuhan.
4. Sampai saat ini yang dapat
mengoptimalkan pemetaan secara digital menggunakan citra satelit dan pemanfaatannya adalah pihak/lembagalembaga di luar negeri. Di Indonesia sendiri baru akan dilaksanakan dan telah dilaksanakan persiapan-persiapan ke arah pemetaan digital. Dengan dikembangkannya pemetaan digital oleh pihak-pihak asing, tidak menutup kemungkinan data mengenai wilayah Indonesia justru lebih dikuasai oleh pihak luar, sehingga pihak kita justru harus membeli untuk dapat memiliki dan memanfaatkannya.
Penggunaan peta digital.
Penggunaan peta digital pada dasarnya sama saja dengan peta biasa, hanya wujudnya yang agak berbeda, dimana peta biasa hanya dapat digunakan dalam bentuk lembaran atau helai sedangkan peta digital selain ada peta seperti halnya peta biasa disertai data yang telah tersimpan dalam media perekam seperti magnetik tape, disket, compact disc, flashdisk, hardisk, dan lain-lain sehingga sewaktu-waktu dapat diedit dan dicetak kembali sesuai kebutuhan. Dengan kemudahan pengolahan dan pemindahan dari media komputer ke media penyimpan data seperti tersebut di atas membawa dampak negatif antara lain :
1. Dapat di salah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang dan dapat diperbanyak, diberikan kepada pihak lain serta dapat diperjual-belikan secara bebas. Dengan kata lain jatuh ke tangan pihak yang tidak seharusnya boleh memperoleh dan mempergunakannya tanpa mendapatkan ijin dari pemerintah
Republik Indonesia.
2. Terjadinya pembocoran data kekayaan alam, dislokasi militer dan segala sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia negara. Hal ini disebabkan dengan berbagai teknik interpretasi citra yang ada, baik dengan cetode (band) dan lain-lain maka semua yang ada baik dipermukaan wilayah maupun dibawah permukaan tanah dapat diketahui.
3. Data tentang kondisi medan/alam wilayah Republik Indonesia dapat ditransfer secara langsung dan secara cepat dengan menggunakan jaringan komputer yang saling dihubungkan (menggunakan modem), sehingga untuk kepentingan taktis maupun strategis pihak lawan/musuh dapat sewaktu-waktu dimonitor di/dari tempat lain. Tentunya hal ini akan sangat merugikan bagi bidang pertahanan keamanan/militer negara kita.
c. Penggunaan peta digital yang diharapkan (memperoleh ijin)
redaksional Masalah pembuatan peta digital terutama melalui penggunaan citra satelit sangat sulit untuk dicegah, terutama dengan perkembangan teknologi satelit navigasi yang sangat cepat. Selain itu yang me-nguasai teknologi satelit justru negara lain seperti Amerika (Lansat, Seasat dan Geosat), Perancis (SPOT), Kanada (Radarsat) dan lain-lain, sehingga mereka dengan sendirinya dapat memanfaatkan data citra satelitnya baik untuk kepentingan dalam negerinya sendiri maupun untuk dapat mengetahui keadaan/kondisi negara-negara lain. Demikian pula dalam penggunaannya semua pihak pengguna dapat secara langsung memesan / membeli kepada lembaga/perusahaan yang membuat peta tersebut. Sesuai dengan hal -hal tersebut di atas, maka dalam pembuatan dan penggunaan peta-peta digital tersebut seharusnya melalui prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Walaupun dalam proses pembuatannya sulit untuk dipantau dan dimonitor, namun sebaiknya pembuatan peta-peta digital mengindahkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Dalam pembuatan peta baik dari proses digitasi peta-peta yang diklasifikasikan sebagai dokumen rahasia, harus memperoleh ijin dari pemerintah RI, dalam hal ini diberlakukan seperti porosedur untuk memperoleh peta Topografi TNI-AD. Tidak diijinkan melakukan proses digitasi terhadap peta topografi atau peta lainnya tanpa seijin pemerintah RI dalam hal ini instansiinstansi terkait antara lain : Departemen Dalam Negeri RI, Departemen Pertahanan RI, Mabes TNI, Bais TNI dan Angkatan.
2. Khusus tentang proses pembuatan peta digital dari citra satelit yang dilakukan baik oleh pihak-pihak/lembaga dalam negeri maupun luar negeri, perlu pula diatur dalam bentuk perundangundangan survei pemetaan tersendiri. Terutama terhadap pembuat peta digital dari pihak-pihak/lembaga di luar negeri perlu diatur dalam bentuk perjanjian/kesepakatan bersama di forum internasional. Perlu untuk didapat/diperoleh kepastian tentang sampai sejauh mana pihak lain dapat menggunakan keunggulan wilayah suatu negara/negara lain.
Semakin banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan perencanaan pembangunan dan pelaksanaan pembangunan terutama yang berkait-an dengan penggunaan tanah/lahan secara langsung, salah satunya membutuhkan tuntutan data yang akurat dan cepat tentang medan/permukaan bumi dalam skala/kadar tertentu sesuai dengan
adanya peta yang dapat diolah/diedit dengan cepat melalui ketentuanketentuan sebagai berikut :
1. Data peta digital yang telah ada tidak boleh dengan mudah untuk diperjualbelikan dengan bebas tanpa melalui prosedur dan ketentuan yang diberlakukan oleh Pemerintah RI.
Prosedur yang diberlakukan dapat disamakan dengan prosedur permintaan peta topografi produk Direktorat Topografi TNI-AD sesuai dengan kadarnya.
2. Dalam hal pemilikannya perlu pula diatur ketentuan/per-undangan yang menentukan lembaga atau instansi mana yang berhak untuk memiliki sekaligus menggunakannya.
3. Penggunaan data peta digital tersebut telah mendapatkan ijin dari instansi yang berwenang dan mengawasi penggunaannya.
4. Penggunaan data peta digital haruslah terkoordinir dengan baik, baik dilingkungan instansi pemerintah sendiri maupun pada lembaga-lembaga/perusahaan swasta yang membutuhkannya.
5. Penjualan data peta digital kepada pengguna swasta juga harus atas seijin lembaga atau instansi yang berwenang dan mengawasi data tersebut. Dalam hal ini termasuk diberlakukan ketentuan seperti halnya larangan untuk melakukan duplikasi (copy) atau pembajakan data peta digital dengan pengawasan yang ketat disertai sanksi hukum yang berat.
d. Faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pengamanan.
Dalam rangka mewujudkan kondisi pembuatan maupun penggunaan data pemetaan digital seperti yang diharapkan, tidak terlepas dari kendala yang ada berupa adanya faktor-faktor baik yang mendukung maupun yang menghambat. Faktor-faktor yang mendukung antara lain terdiri atas :
e. Perundang-undangan survei dan pemetaan yang ada.
Walaupun perundangan Surta (Survei Tanah) yang ada masih bersifat mengatur kegiatan dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing lembaga/instansi, permatra ataupun perbidang seperti matra darat (DittopTNI-AD),matra laut (Dishidros TNI-AL),matra udara (Dissurpotrud TNI-AU), Mabes TNI (PUSSURTA TNI), Dephan (Ditwilhan), Bakosurtanal dan instansi pemerintah lainnya, sedikit banyak telah menetapkan lembaga/instansi yang berwenang dan berkompeten mengatur/mengadakan pekerjaan survei dan pemetaan. Ketentuan yang berlaku dalam perundangan yang ada dapat diterapkan terhadap pembuatan dan prosedur untuk memperoleh, menyimpan maupun menggunakan data peta digital. Bila perundangan Surta secara nasional dapat diberlakukan diharapkan akan berdampak positif terhadap kegiatan survei pemetaan wilayah nasional RI termasuk terhadap pemetaan digital tersebut
f. Sumber daya manusia.
Tenaga ahli yang memahami dan menguasai tentang seluk beluk kegiatan survei dan pemetaan termasuk pemetaan digital di Indonesia merupakan potensi yang mendukung pelaksanaan pembuatan maupun penggunaan data pemetaan digital seperti yang diharapkan. Terhadap mereka perlu diberikan masukan tentang pentingnya langkah-langkah pengamanan terhadap data pemetaan digital, sebab orientasi mereka terutama terhadap aspek pemanfaatan data (terutama peta) secara optimal, sehingga mereka mengabaikan segi pengamanannya yang antara lain disebabkan oleh :
1. Ketidak mengertian tentang perlunya tindakan pengamanan terhadap data tersebut. Hal ini terjadi karena menurut persepsi mereka yang terpenting adalah bagaimana dapat tersedianya data guna dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan perencanaan pembangunan. Keadaan demikian juga dilakukan oleh tenagatenaga ahli yang bergerak dan bekerja di sektor swasta.
2. Belum jelasnya klasifikasi tentang data peta bagaimana yang digolongkan rahasia. Oleh sementara orang, masih rancu
3. Pengertian tentang data peta yang dianggap rahasia Dengan pemberian masukan dan informasi yang jelas tentang kedua aspek tersebut di atas, maka sumber daya manusia yang ada akan sangat membantu terhadap kegiatan pengamanan yang akan dijalankan.
15.4.2 Faktor-faktor yang menghambat dalam Pemetaan digital
a. Perkembangan teknologi.
Dalam hal ini perkembangan teknologi di bidang satelit navigasi selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif khususnya dalam upaya pengamanan data peta digital dikatakan sebagai penghambat karena dengan kemajuan teknologi yang ada memungkinkan peliputan seluruh permukaan bumi dengan sensor/receiver yang diletakkan pada wahana satelit semakin mudah, apa lagi saat ini tingkat kemampuan resolusinya semakin tinggi.
b. Pelaksanaan pemetaan secara parsial.
Pada kenyataannya pelaksanaan pemetaan yang diselenggarakan di Indonesia dilakukan oleh beberapa instansi pemerintah baik sipil maupun militer, maupun oleh lembaga swasta yang menjadi kontraktor dalam pelaksanaan survei dan pemetaan. Kondisi tersebut disebabkan dengan dasar operasi mereka adalah Undangundang Surta yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk memantau efisiensi pelaksanaan pemetaan wilayah nasional. Berkaitan dengan pengamanan penggunaan data peta digital dengan dilaksanakannya kegiatan survei dan pemetaan secara parsial lebih menyulitkan lagi dan tingkat kebocoran dan penyalahgunaan data tersebut semakin besar, karena perputaran maupun jaringan.
15.4.3 Klasifikasi tentang penggunaan peta.
Masih kurang jelasnya tentang klasifikasi mengapa peta topografi tergolong rahasia membutuhkan suatu upaya untuk meluruskan/menyamakan persepsi kita tentang klasifikasi tersebut. Disamping itu perlu juga dipertimbangkan untuk mengadakan pengkriteriaan tertentu terhadap peta-peta yang benar-benar tergolong berklasifikasi rahasia. Selain itu perlu juga dilakukan pengklasifikasian penggunaan peta antara lain sebagai berikut
1. Penetapan bahwa peta digital yang diklasifikasikan rahasia berupa hasil modifikasi peta topografi atau hasil pemetaan dari citra satelit dengan penonjolan data militer misalnya untuk
kedar 1:25.000 sampai 1:100.000, penggunaannya terbatas untuk lingkungan TNI dan Dephan.
2. Peta-peta lain berbagai kadar tanpa penonjolan data militer dapat dipergunakan juga oleh instansi sipil dan swasta sesuai prosedur yang berlaku, dengan tingkat klasifikasi sesuai dengan kadarnya.
3. Terhadap peta-peta tematik digital yang tidak bertemakan data militer dapat dipergunakan langsung oleh pihak umum. Pada umumnya banyak juga peta tematik yang dibuat secara digitasi.
4. Diadakan pembedaan yang jelas antara peta yang hanya digunakan oleh pihak militer dan peta mana yang boleh digunakan oleh pihak lain (sipil dan swasta). Hal ini agar tidak menimbulkan kerancuan tentang peta mana yang tergolong rahasia dan mana yang bukan.
5. Dengan tersedianya tenaga/sumber daya manusia yang berkwalitas dalam penanganan pemetaan digital merupakan modal utama dalam proses pengamanannya.


Penggunaan perangkat lunak dalam pemetaan digital untuk pemula

Memulai program AutoCAD pada komputer
Untuk memulai program AutoCAD (Computer Aided Design) Dibagian atas ada sederetan menu “pull down”kemudian dibawahnya, disamping, dan atau di bagian bawah ada sekumpulan
ikon dalam “toolbar”yang dapat diakses langsung . Formasi ini bisa jadi tidak nampak seperti pada gambar diatas

Mengakses perintah
Perintah-perintah AutoCAD dapat diakses melalui tiga cara, yakni:
1. Melalui baris menu utama (pull down menu)
2. Melaui ikon yang tersedia pada toolbar yang ada , atau
3. Secara konvensional yang dapat diketikkan langsung pada baris perintah

Di bagian atas ada sederetan menu “pull down”kemudian dibawahnya, disamping, dan atau di bagian bawah ada sekumpulan ikon dalam “toolbar”yang dapat diakses langsung . Formasi ini bisa jadi tidak nampak seperti pada gambar diatas

Mengakses perintah
Perintah-perintah AutoCAD dapat diakses melalui tiga cara, yakni:
1. Melalui baris menu utama (pull down menu)
2. Melaui ikon yang tersedia pada toolbar yang ada , atau
3. Secara konvensional yang dapat diketikkan langsung pada baris perintah

Menyiapkan digitizer
a) Instalasi Digitizer
Jika kita baru pertama kali memasang digitizer, langkah awal yang harus kita kerjakan adalah memasangnya sesuai petunjuk alat. Pada AutoCAD 2005, instalasi digitizer ditangani oleh sistem operasi Windows.
Digitizer yang baru umumnya dilengkapi dengan Wintab driver yang dapat dikenali oleh Windows. Jika digitizer telah dapat digunakan pada sistem operasi Windows, AutoCAD otomatis dapat membaca peranti digitizer tersebut. Digitizer dalam hal ini dapat kita pasang bersama-sama dengan mouse yang sudah ada. Jika mouse pada COMl, digitizer dapat kita pasang pada COM2.
Setelah digitizer terbaca oleh sistem operasi Windows, pada AutoCAD ikuti langkah instalasi berikut.
1. Klik Tools > Option > System, akan muncul kotak dialog yang salah satu bagiannya adalah kotak "Current Pointing Device"
2. Pada kotak tersebut, ada kotak pilihan yang jika diklik berisi Current Pointing Device dan Wintab Compatible Digitizer, pilihlah "Wintab Compatible Digitizer.... ". G
3. Persis di bawahnya ada dua tombol opsi yang akan aktif begitu kita memilih Wintab Digitizer, yakni opsi "Digitizer only" dan "Digitizer and mouse". Pilihan pertama akan menonaktifkan mouse dan pointer yang berlaku hanya digitizer. Sementara pada pilihan kedua, baik mouse maupun digitizer akan samasama dapat digunakan. Apa pun yang kita pilih, tidak menjadi masalah. Namun jika pada saat kalibrasi tablet kita mengalami kesulitan karena kendali kursor berpindah-pindah terlalu dinamis antara mouse dan digitizer, pilihlah terlebih dahulu "Digitizer only".Klik OK untuk mengakhiri sesi ini.
4. Digitizer mestinya sudah dapat difungsikan. Cobalah gerakan pointer pada digitizer. Pointer pada layar mestinya ikut bergerak. Kemudian jika mouse digerakkan, secara otomatis kursor pada layar mengikuti gerakan mouse, ini jika pilihan yang kita ambil adalah "Digitizer and mouse ". Pengujian yang perlu dikerjakan adalah menguji fungsinya dan menguji tingkat akurasinya. Untuk menguji digitizer, kita memerlukan sebuah grid plate, atau dapat pula menggunakan kertas yang di atasnya telah kita beri grid dengan jarak tertentu. Kertas grafik yang berkualitas baik dapat kita gunakan.
Untuk menguji digitizer, prinsipnya adalah melakukan kalibrasi dengan grid yang kita anggap benar koordinatnya. Sebagai contoh, kita gunakan grid dari kertas graft, lalu kita tentukan empat titik A, B, C, dan D, seperti pada Gambar, dan masing-masing kita beri koordinat A(0,0), B(3000,0), C(3000,2000), dan D(0,2000). Oleh karena jarak AB pada kertas adalah 30 cm, gambar tersebut berskala 1:1000. Tempatkan grid tersebut di atas meja digitizer, lalu ikuti langkah-langkah berikut.
1. Letakkan kertas grid di atas meja digitizer.
2. Pilih menu Tools > Tablet > Cal. 3. Pada perintah "Digitize point #1:", arahkan pointer ke grid A, klik tombol OK digitizer.
4. Pada baris perintah akan muncul "Enter coordinates of point #1:" Masukkanlah angka 0,0 lalu tekan Enter.
5. Teruskan langkah tersebut dengan mengarahkan pointer ke grid B, klik OK, kemudian masukkan angka 3000,0 lalu Enter.
6. Dengan cara yang sama, arahkan ke grid C dan D. Untuk grid C masukkan angka 3000,2000 sedangkan untuk grid D masukkan koordinat 0,2000.
Pada baris perintah akan ditampilkan statistik. Tingkat akurasi kalibrasi ditunjukkan oleh nilai root mean square error (RMS). Jika proses kalibrasi menggunakan grid yang benar dan proses pointing dilakukan dengan akurat dan sangat hatihati, nilai RMS tersebut akan berkorelasi dengan tingkat akurasi digitizer. Cara tersebut bisa diulang beberapa kali.
Jika perlu dengan operator yang berbeda, sehingga kita dapat melakukan analisis statistik. Makin banyak data, alias makin banyak sample, akan semakin memperkuat validitas pengujian.

Memulai digitasi
Sebelum memulai proses digitasi, siapkanlah terlebih dahulu tatanan layer sesuai dengan klasifikasi isi peta. Sebagai contoh, kita definisikan tatanan layer seperti berikut ini.

Membuat bingkai dan grid
Untuk memulai digitasi sebuah peta, letakkanlah peta yang akan didigitasi di atas digitizer, rekatkanlah dengan cellotape secukupnya. Langkah pertama buatlah bingkai peta. Sebagai contoh, kita akan mendigitasi sebuah peta rupa bumi skala 1:25.000 dari Bakosurtanal, lembar 1707- 334, Tabanan (Bali). Koordinat pojok peta ini sebagai berikut (UTM):
Tabel 45. Keterangan koordinat
Kiri-bawah :293667,9046097
Kanan-bawah :307427,9046162
Kanan-atas :307364,9059988
Kiri-atas :293600,9059923
Langkah pertama, kita buat terlebih dahulu bingkai luar petanya dengan langkahlangkah berikut.
1. Aktifkan layer "Bingkai" (jadikan current layer).
2. Klik menu Draw > Line. Kita gunakan line agar tiap sisi peta menjadi satu entitas terpisah untuk memudahkan proses pembuatan gratikul yang akan dijelaskan setelah ini.
3. Pada prompt "Specify start point", ketikkan koordinat kiri bawah peta (293667,9046097) lalu Enter.
4. Selanjutnya akan muncul promp "To point:", secara berturut-turut ketikkanlah koordinat-koordinat kanan-bawah, kanan-atas, dan kiri-atas, dan akhirnya ketikkan
C . Lihatlah gambaran prosedur tersebut seperti berikut ini.
Specify start point : 293667,9046097
To point : 307427,9046162
To point : 307364,9059988
To point : 293600,9059923
To point : C (ENTER)
Bisa jadi di layar kita tidak akan melihat gambar apa pun. Jika hal ini terjadi, penyebabnya karena posisi layar pada kondisi standard dengan pojok layar sekitar 0,0. Sedangkan gambar yang kita buat jauh di sebelah atas. Untuk menampakkan apa yang telah kita gambar, lakukan Zoom > Extent.
Dengan langkah 1 hingga 4 di atas, kita sudah membuat bingkai peta, yang dalam hal ini kebetulan bukan berbentuk persegi. Pada peta rupa bumi Bakosurtanal, garisgaris yang digambarkan secara penuh adalah garis gratikul, yakni garis lintang dan bujur (pada peta tergambar sebagai garis tipis warna biru), tergambar tiap jarak 1 menit. Jika kita menggunakan garis-garis ini sebagai referensi kalibrasi digitizer, kita harus menghitung terlebih dahulu koordinatnya dalam sistem UTM dengan hitungan transformasi koordinat. Grid dengan koordinat metrik (UTM) iinformasikan hanya sebagai tik (sepotong  garis kecil) pada sisi-sisi peta, tiap jarak 1000 m. Pada peta tik ini digambar dengan garis hitam. Angka-angka absis ditampilkan pada sisi bawah, sedangkan angka-angka ordinat pada sisi kanan. Pada peta asli, kita dapat menghubungkan tik-tik tersebut dengan pensil, sehingga diperoleh grid dalam sistem koordinat UTM. Untuk lembar peta 1707: 334, Tabanan, grid paling bawah kiri mempunyai koordinat 294000, 9047000. Grid lain berjarak linear 1000 m arah kanan dan 1000 m arah atas. Pada gambar digital, kita akan menggambarkan grid-grid ini tidak dalam garis penuh, melainkan dalam bentuk cross grid (tanda plus). Caranya seperti langkah-langkah berikut.
1. Aktiflkan layer GRID.
2. Klik menu Draw > Polyline atau (Line).
3. Pada perintah "Specify start point":, dengan mouse (atau digitizer) klik di sembarang tempat pada layar.
4. Berikutnya, pada perintah "To point:" ketikkan @375<0 lalu Enter, dan sekali lagi akhiri dengan Enter.
5. Lakukan hal yang sama sekali lagi.
Namun pada langkah ketiga, ketikkan @375<90.
6. Geser (dengan perintah Move) salah satu garis tersebut ke garis lainnya sedemikian hingga titik tengah kedua garis bertemu. Gunakan alat bantu osnap "mid".
7. Gunakan perintah Block, jadikan tanda silang tersebut sebagai block dengan nama GRID.

Kalibrasi digitizer
Kita sekarang akan melakukan kalibrasi, yakni mengorientasikan digitizer sesuai dengan koordinat peta. Digitizer yang kita gunakan adalah minimal ukuran Al, sehingga seluruh muka peta dapat masuk ke muka digitizer tersebut. Titik kontrol yang akan kita gunakan adalah pojok-pojok peta dan satu titik grid di tengah peta. Ikutilah langkah-langkah berikut.
1. Gunakan menu Tool > Tablet > Calibrate.
2. Pada baris perintah akan muncul "Digitize point #1:". Posisikan pointer  igitizer secara cermat persis di atas pojok kiri-bawah peta. Setelah benar-benar pas, tekan tombol OK pointer.
3. Pada perintah "Enter coordinates for point #1:", ketlkkan angka 293667,9046097 (ENTER).
4. Lanjutkan langkah tersebut untuk titiktitik pojok kanan-bawah, kanan-atas dan kiri-atas, serta salah satu grid di sekitar tengah peta, lalu tekan Enter untuk mengakhiri.

Digitasi garis
Setelah proses kalibrasi, kini kita siap untuk "menjiplak" semua detail peta satu per satu ke layar monitor. Inilah proses digitasi.


Untuk detail garis, seperti sungai, jalan, batas vegetasi, batas perkampungan, garis pantai dan sebagainya, kita harus melakukan tracing garis-garis tersebut.
Misal :
1. Aktifkan layer "Jalan_Arteri".
2. Kita akan mendigitasi garis jalan dengan polyline 2D. Oleh karena itu, klik menu Draw > Polyline.
3. Pada perintah "Specify start point", tempatkan pointer pada titik awal salah satu sisi jalan arteri, klik tombol OK pointer.
4. Selanjutnya pindahkan ke titik 2, 3, dan seterusnya, klik OK pada setiap titik.
Setelah langkah-langkah di atas, di layar akan tergambar ruas jalan yang baru saja didigitasi (jalan arteri sisi kanan jalan). Oleh karena kedua sisi jalan paralel, untuk sisi lainnya dapat di-offset dari sisi yang baru digambar.
1. Klik menu Modify > Offset.
2. Pada pilihan "Specify offset distance or [Through]" pilih Through dengan mengetikkan T lalu Enter atau cukup tekan Enter karena posisi standard pilihannya adalah Through.
3. Pilih objek garis jalan pada saat muncul "Select object to offset".
4. Pada prompt "Specify through point", tempatkan pointer digitizer tepat pada sisi kid jalan, lalu klik OK.
5. Tepat di posisi tersebut mestinya akan tergambar sisi kiri jalan yang paralel dengan sisi kanannya. Untuk mengakhiri perintah offset, tekanlah Enter.
Dua sisi jalan telah tergambar. Sekarang akan kita coba untuk menggambar ruas jalan lokal yang menyambung ke jalan arteri tersebut. Caranya:
1. Aktifkan layer "Jalan_Lokal".
2. Klik menu Draw > Polyline.
3. Pada prompt "Specify start point", untuk menyambung tepat ke ruas jalan arteri, gunakan osnap "nearest".
4. Teruskan digitasi jalan lokal tersebut dengan menelusurinya. Sisi jalan sebelahnya boleh di-offset.

sigitbayhuPenjiplakan digitasi dengan autocad

Untuk lebih memahami perangkat ini dari dasar printah-perintah yang sering dipakai dalam digitasi peta di antaranya:
Line/Polyline, extension atau perpanjangan garis atau obyek, Hatch, layer, copy, move,distant dan lainnya yang sering dipakai dalam digitasi peta. Namun tidak semua perintah yang ada dalam menu toolbar sering dipakai dalam digitasi ini. Memulai dengan AutoCAD

- Untuk mengoperasikan perangkat lunak CAD untuk pertama kalinya buka file dan pilihlah perintah New
- Karena dalam digitasi peta merupakan kegiatan menjiplak peta atau memperbarui peta yang ada dengan penambahan-penambahan obyek yang ada. Dengan terlebih dahulu peta yang ada discanner maka peta dapat dibuka dalam aplikasi CAD dengan mengklik perintah toolbar yang ada dibagian atas yaitu perintah Insert selanjutnya klik perintah Raster Image selanjut browser file peta hasil scanner maka akan muncul di layar di CAD itu sendiri - Namun harus jadi catatan bahwa peta hasil scanner itu harus diskalakan sesuai ukuran asli dipeta, dengan mengetik perintah dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Command ; Sc
2. Select obyek : Peta hasil scanner
3. Select obyek ; spesify base point
4. Spesify scale factor or (Reference) ; R
5. Spesify reference length (1)
6. Spesify new length


http://geografi-geografi.blogspot.com/2011/09/pemetaan-digital.html

Sabtu, 10 November 2012

Sejarah Geologi dan Geomorfologi
Bandung Utara
Ceritanya panjang sekali, sebab kita musti balik kembali ke masa silam, 20 ‑ 15 juta tahun yang Ialu, tatkala dataran tinggi Bandung niasih terletak di dasar lautan. Pada waktu itu, pulau Jawa sebelah Utara masih merupakan samudera. Hanya bagian Selatannya saja yang berujud tanah dataran dengan pesisirnya tak jauh di sebelah Selatan Pengalengan sekarang. Beberapa pulau volkanik terdapat di depan pantai itu. Sisa lapisan ‑ lapisan yang diendapkan 20 juta tahun yang Ialu, kini masih bisa disaksikan di daerah Purwakarta dan Subang. Batuan ‑ batuan Napal dan Gamping (karang) yang ditemukan mengandung fosil binatang laut Foraminifera, seperti Cyoloclypeus dan Lepidecyclina (Kusumadinata, 1959).
Secara bertahap pantai laut Jawa yang semula terletak di Selatan Pengalengan (Kabupaten Bandung), lama – lama bergeser makin ke Utara, tak jauh dari Kota Bandung. Ini terjadi pada periode revolusioner, di akhir jaman Miosen (25 - 14 juta tahun yang Ialu). Pergeseran pantai Laut Jawa ke arah utara Bandung diakibatkan oleh pembentukan gunung (orogenese) dan proses pelipatan lapisan bumi. Sedimen yang terlipat, kemudian muncul di atas laut.
Masa berikutnya kembali mengalami periode istirahat, di mana kegiatan volkanik dan sedimentasi cekungan dalam laut di Utara Bandung mengakibatkan munculnya bukit bukit Selacau yang bentuknya mirip piramida.
Pada akhir Pliosen (dua juta tahun yang lalu) terjadi lagi periode revolusioner berupa tekanan dari sedimen, hingga terjadi proses pembentukan gunung, disusul menghilangnya Selacau.
Pada permulaan periode Plestosen (1 juta tahun yang lalu), beberapa kegiatan volkanik di daerah Utara Bandung sempat membentuk kumpulan gunung api, ukuran dasarnya sebesar 20 km dengan ketinggian, antara 2.000 - 3.000 Mtr.
Gunung ini dikenal sebagai Gunung .Sunda, sebuah gunung raksasa dengan sebuah kaldera di puncaknya. Sedangkan Gunung Burangrang hanya merupakan parasit dari gunung itu (Prof.Dr.Th.H.F.Klompe, "The Geology of Bandung-, 1956). Masih pada periode Plestosen itu juga, Gn.Sunda runtuh diikuti oleh terjadinya Patahan Lembang. Sebuah rekaman geologi dari periode itu, masih dapat dilihat dalarn bentuk endapan binatang Vertebrata di penyayatan sungai Citarum sebelah barat Batujajar, seperti yang diteraukan oleh Stehn dan Umbgrove (1929).
Pada jaman Holosen, 11 ribu tahun yang lalu, lahirlah Gunung Tangkubanparahu sebagai anak dari kaldera Gunung.Sunda, dan gunungapi itu menutupi bagian timur sisa gunungapi lama. Paling tidak gunung itu telah mengalami 3 kali erupsi besar yang mengeluarkan lava dan abu yang menimpa daerah sebelah utara Bandung.
Erupsi besar kedua dari Gunung Tangkubanparahu, yang menurut Cerita Rakyat (Legenda) adalah "perahu" yang tertelungkup ditendang Sangkuriang yang kesiangan, terjadi 6.000 tahun yang lalu.
Adapun muntahan dari erupsi besar kedua itu, tersebar di sebelah barat Ciumbuleuit (Bandung) dan sebagian lagi sempat menyumbat sungai Citarum yang mengalir di lembah Cimeta (utara Padalarang), sehingga terbentuklah "Danau Bandung". Sebuah danau yang sering juga disebut oleh manusia jaman baheula sebagai "Situ Hiang".
Baru sekitar 4000 - 3.000 tahun yang lewat, Danau Bandung mulai surut airnya dan muncullah Dataran Tinggi Bandung. Danau itu mulai kering menyusut, tatkala sungai Citarum yang tersumbat muntahan Gunung Tangkubanparahu atau Gunung Burangrang (?) bisa bebas mengalir kembali, dengan menembus bukit - bukit Rajamandala (sebelah barat Batujajar), melewati terowongan-alam Sanghiangtikoro.
Dataran tinggi Bandung yang terkenal akan kesuburannya, sekarang terletak ± 725 Mtr di atas permukaan laut, dikepung gunungapi dan di sebelah barat terdapat bukit bukit batu gamping. Endapan batu gamping yang membentuk bukit - bukit kapur Padalarang adalah bukti, bahwa daerah tersebut pernah terbenam di dasar laut.
Luas dataran tinggi yang di masa silam pernah jadi Situ Hiang (Danau Bandung), membentang dari Cicalengka di timur sampai Padalarang di arah barat, sejauh kurang lebih 50 km. Dari bukit Dago di utara sampai ke batas Soreang - Ciwidey di selatan berjarak 30 km. Kalau dihitung luas Danau Bandung keseluruhan, hampir tiga kali lipat DKI Jakarta. Suatu wilayah yang insya’allah bakal jadi daerah ‘”Bandung Raya” di kemudian hari. Sekedar ilustrasi tentang kedalaman Danau Bandung jaman baheula, yang airnya menggenangi sebagian besar Kota Bandung sekarang; tepian sebelah utara terletak di Jalan Siliwangi, utara Kampus ITB sekarang. Tinggi air di Stasiun Kereta Api diperkirakan 25 meter, sedangkan Alun-alun Bandung terbenam 30 meter. Menurut Geologiwan S.Darsoprajitno, kedalaman air 30 meter dapat mengapungkan kapal laut sebesar lebih dari 50.000 ton.
Gambaran dari luas Situ Hiang atau si Danau Bandung dapat kita lihat pada gambar di atas, di mana daerah berwarna biru muda adalah perkiraan luasnya Danau Bandung, sementara daerah berwarna merah tua adalah luas kota Bandung pada tahun 1981. 

Bandung Bagian  Selatan
http://rovicky.files.wordpress.com/2010/02/danau-bandung.jpg?w=468&h=289
Warna hijau dataran rendah, warna coklat dataran tinggi. Bandung memang berada di daerah tinggian. Namun kalau diperhatikan morfologinya, maka Bandung Selatan merupakan sebuah landaian. Bahkan terkesan mendatar. Morfologi yang datar dan dikelilingi tinggian ini sering disebutkan sebagai Cekungan Bandung (Bandung Basin). Batuan yang ada dibawa Bandung selatan ini diperkirakan hasil dari pengendapan sebuah danau. Bandung Selatan memang dahulu berupa danau. Bahkan sudah diselidiki endapannya yang menunjukkan bahwa Danau Bandung ini dahulu terisi air.

http://rovicky.files.wordpress.com/2010/02/danau-bandung_1.jpg?w=258&h=169
Bandung Danau Purba
Menurut M.A.C. Dam (1994) the Late Quaternary Evolution of the Bandung Basin: endapan terakhir (termuda) danau Bandung dg absolut dating C-14 berumur 16.000 tahun yang lalu!
Diperkirakan danau Bandung sudah tidak ada (kering)  sejak 16.000 tahun yang lalu. Pak Budi Brahmantyo seorang dosen ITB, yakin ketika manusia Dago Pakar atau Manusia Pawon hidup (3 – 6 ribu th yl), dataran Bandung hanya tinggal rawa-rawa yang luas, tetapi bukan danau. Hingga sekarang masih tersisa banyak ranca dan nama daerah berawalan ranca (alias rawa) di cekungan Bandung.
Sejak jaman sejarah hingga sekarang memang belum ada catatan yang mendeteksi adanya gempa bumi besar yang berpusat di sepanjang Sesar Lembang. Namun demikian dengan menggunakan data empiris, suatu retakan yang telah terbentuk dengan panjang lebih dari 20 km dapat memicu gempa dengan magnitude 6,5 – 7,0 yang merusak. Satu catatan yang mungkin cukup mengkhawatirkan adalah adanya gempabumi merusak pada tahun 1910 di Padalarang, yang boleh dikatakan berada pada zona ujung barat Sesar Lembang yang bertemu dengan sesar aktif Cimandiri yang berawal dari Palabuhanratu, Sukabumi.
Menurut Bapak Irwan Meilano, pakar Geodesi ITB, kecepatan laju geser dari sesar lembang setiap tahun adalah 2 mm. Itu adalah hasil rata-rata, bisa lebih pada suatu tempat, dan bisa kurang di suatu tempat. Pengamatan ini menggunakan Global Position System, yang keakuratannya dapat dipercaya. Hal ini membuktikan sesar lembang masih aktif.
Daerah Sesar Lembang
Sesar lembang membentang sepanjang 22 kilometer dari Maribaya ke Cisarua. Di Cisarua jejak sesar tersebut menghilang sedangkan di Maribaya membelok ke selatan. Sesar Maribaya terhubung dengan sesar Cimandiri dan sesar Baribis yang aktif. Beberapa bangunan yang tepat berada di atas sesar Lembang antara lain adalah Kampung Dago Pakar, daerah wisata Tahura Juanda, Observatorium Bosscha, Sesko AU, Sespim Polri, Detasemen Kavaleri TNI-AD, dan Restoran The Peak. Daerah lain yang juga dilintasi Sesar Lembang adalah Gunung Palasari, Batunyusun, Gunung Batu & Gunung Lembang, Cihideung, dan Jambudipa bagian barat. Wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah pemukiman yang padat dan dapat berpotensi membahayakan.


Sesar Lembang dan sekitarnya
Peta Sesar Lembang, wisata bumi cekungan bandung
Dampak Aktifnya Sesar Lembang
Dari daerah yang dilaluinya, sesar lembang tentu daja mempunyai dampak-dampaknya bila dia aktif atau bergeser secara tiba-tiba.Getaran akibat pergerakan berada di bawah tanah. Ini memberikan pengaruh luas, namun tidak terlalu berbahaya. Namun, ini sangat bergantung pada tingkat kedalaman getaran. Patahan menyebabkan gempa di permukaan, yang dalam hal ini bisa merusak rumah. Karena gerakan patahan ini sukar diantisipasi, seharusnya sepanjang jalur patahan dihindari untuk didirikan rumah hunian, dan tanah di jalur patahan itu dibebaskan oleh negara.
Menurut Agus, dengan memperhatikan morfologi yang terbentuk, maka sesar Lembang termasuk dalam kategori sesar normal. Bagian utara sesar bergerak turun sementara bagian selatan terangkat. Akibat dari proses tektonis ini, maka terbentang suatu gawir (lereng) yang merupakan bidang gelincir sesar Lembang. “Sesar lembang membentang sepanjang 22 kilometer dari Maribaya ke Cisarua. Di Cisarua jejak sesar tersebut menghilang sedangkan di Maribaya membelok ke selatan. Sesar Maribaya terhubung dengan sesar Cimandiri dan sesar Baribis yang aktif,” ujar Agus, dalam Kuliah Umum Sesar Lembang dan Hubungannya Dengan Masyarakat Bandung di Institut Teknologi Bandung, Jumat 26 Maret 2011.
Sesar Cimandiri adalah sesar yang terletak di Sukabumi Selatan, membentang dari daerah Pelabuhan Ratu hingga Gandasoli. Sementara Sesar Baribis adalah sesar yang di berada di bagian utara Jawa, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis, sebelah barat Gunung Ciremai, di Kadipaten-Majalengka Jawa Barat. Pada kesempatan yang sama, peneliti Geoteknologi LIPI Eko Yulianto, membeberkan beberapa bangunan yang tepat berada di atas sesar Lembang. Bangunan-bangunan itu antara lain Observatorium Bosscha, Sesko AU, Sespim Polri, Detasemen Kavaleri TNI-AD, dan Restoran The Peak.
Lebih jauh, Agus menjelaskan, beberapa bagian sesar Lembang yang terangkat, antara lain adalah Gunung Palasari, Batunyusun, Gunung Batu & Gunung Lembang, Cihideung, The Peak, dan Jambudipa bagian barat. Wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah pemukiman yang padat dan dapat berpotensi membahayakan.
Jika terjadi pergerakan di patahan itu, Eko mengatakan, maka akan dapat memicu gempa bumi dan yang akan mengancam hidup banyak orang.



SESAR (FAULT).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDB6EFn282Xh7UOdrRgkiJtIoo6TNzoxalsE86Zu_39QkV6zOTsMsGulf6z5tNE66Fsh4Fa15wyH3r4jV_1saZTRG-UY51M51pTT8pyAKbvU8XZrrGLB7gCPk0YKgN-CqGeT9BU8tBKUkA/s640/GEOMAGZ201103.bmp

Dan yg menariknya adalah pro-kontra para praktisi ilmu kebumian yg memperdebatkan apakah sesar ini saat ini aktif apa tidak. Sekedar catatan untuk orang awam adalah, aktif tidaknya sesar dapat menjadi indikasi aktivitas kegempaan pada suatu region. Karna apabila sesar lembang aktif, berarti ada aktivitas pergerakan lempeng pada daerah tersebut yg artinya memungkinkan wilayah tersebut dapat mengalami gempa.
Sejak jaman sejarah hingga sekarang memang belum ada catatan gempa bumi besar yang berpusat di sepanjang Sesar Lembang. Namun demikian dengan menggunakan data empiris, suatu retakan yang telah terbentuk dengan panjang lebih dari 20 km dapat memicu gempa dengan magnitude 6,5 – 7,0 yang merusak. Satu catatan yang mungkin cukup mengkhawatirkan, adanya gempa bumi merusak pada tahun 1910 di Padalarang, yang boleh dikatakan berada pada zona ujung barat Sesar Lembang yang bertemu dengan sesar aktif Cimandiri yang berawal dari Palabuhanratu, Sukabumi. Di dalam Geologi, kategori sesar aktif mula-mula merujuk kepada sesar yang terbentuk pada Zaman Kuarter, yaitu rentang waktu dari sekarang hingga 2 juta tahun yang lalu. Namun akhir-akhir ini kategori keaktifan sesar dipersempit hingga Kala Holosen, hingga 10.000 tahun yang lalu.
Hasil penelitian yang pernah dilakukan para peneliti Belanda Nossin, dan kawan-kawan pada 1996 menduga kemungkinan pergeseran Sesar Lembang, khususnya segmen timur, bertepatan dengan pembentukan kaldera Sunda 100.000 tahun yang lalu. 
Pendapat ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penelitian sangat awal yang dilakukan R.W. van Bemmelen yang kemudian dibukukan dalam “The Geology of Indonesia” yang diterbitkan tahun 1949. Namun untuk segmen barat, penelitian Nossin dan kawan-kawannya di daerah Panyairan, Cihideung, terhadap endapan gambut, menunjukkan bahwa segmen barat diperkirakan terakhir aktif sekitar 27.000 tahun yang lalu. Jika kategorinya 10.000 tahun sebagai batasan sesar aktif, informasi ini akan membuat Sesar Lembang berkategori “tidak aktif.” Kemudian muncullah hasil-hasil temuan dari penelitian yang dilaksanakan Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI yang dimotori Eko Yulianto selama 2007 – 2010.
Eko Yulianto meneliti keaktifan sesar melalui apa yang disebut sebagai endapan sag-pond. Sag pond adalah genangan yang terbentuk akibat terhambatnya drainase sungai yang terjadi akibat pembentukan dinding penghalang karena pergerakan sesar. Air sungai akan tergenang dan pembentukan lumpur serta endapan gambut akan terjadi di dalamnya. Jika endapan-endapan ini terjadi berlapis-lapis di bawah tanah, dapat diperkirakan bahwa pembentukan genangan terjadi berkali-kali melalui mekanisme pergerakan sesar. Begitulah apa yang ditemukan Eko Yulianto dari hasil pengeboran endapan di sekitar Pasir Sereh, Cihideung.  Dari temuannya itu, sekalipun dalam data yang masih terbatas, Eko Yulianto memperkirakan bahwa sedikitnya 1000 tahun yang lalu, Sesar Lembang pernah aktif. Ketika keaktifannya membentuk genangan luas, diperkirakan hal tersebut terbentuk oleh mekanisme pergerakan sesar yang menimbulkan gempa bumi berkekuatan tinggi. Informasi ini dengan pasti menunjukkan bahwa Sesar Lembang tergolong sesar aktif sekalipun belum ada gempa besar selama masa manusia modern yang melanda kawasan ini.
Tetapi lebih jauh lagi, hasil penelitian Geodesi ITB melalui pengamatan titik-titik yang diukur melalui GPS, memang telah dan sedang terjadi pergeseran di sekitar Sesar Lembang. Sebuah cetakan citra SPOT pengambilan Juli 2006 sangat jelas menggambarkan citra udara wilayah sekitar Gunung Tangkubanparahu, Sesar Lembang, dan dataran Cekungan Bandung. Dari citra itu, interpretasi kelurusan-kelurusan menunjukkan kemungkinan adanya retakan-retakan yang terbentuk di permukaan bumi wilayah itu. Kelurusan paling mencolok tentu saja garis hampir berarah timur-barat, yaitu jalur struktural Sesar Lembang. Namun selain itu, banyak kelurusan dapat diinterpretasi yang umumnya juga berarah barat-timur sejajar Sesar Lembang di sekitar Perbukitan Dago (Bandung Utara), sekitar kota Lembang hingga lereng selatan jajaran Gunung Burangrang – Gunung Tangkubanparahu – Gunung Bukittunggul.
Hasil interpretasi juga menunjukkan adanya kemenerusan Sesar Lembang ke arah Ci Meta di barat laut Padalarang. Perkiraan lain, pertemuan Sesar Lembang dengan Sesar Cimandiri di sekitar Padalarang berupa perpotongan antara retakan-retakan itu. Apapun kaitan antara fenomena-fenomena geologis itu, kedua sesar itu mempunyai hubungan yang oleh satu dan sebab lain akan menjadikan keduanya menjadi media rambat gelombang gempa bumi.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLKtvlt7MDBoGpz4BNeDaah9GQRPVdjIZ5e7BN8TMcX0iVqqr-PY26arqP2N-K2sS__gU1f5XMer9W4rjuDTrBR3gy_2r9EgVsVDZtTDlmI8r95-L-FBjuxDcs6Hn8vNQep11y-PFRX0pn/s1600/GEOMAGZ201103.bmpa.bmp
Morfologi Sesar Lembang segmen timur, dari Gunung Palasari (kiri), Maribaya (tengah) dan Pasir Lembang, tempat Observatorium Bosscha berada (kanan).
Kekhawatiran terpicunya gempa bumi besar karena keberadaan Sesar Lembang sudah mulai diperhitungkan. Selain sebagai media rambat gelombang gempa bumi dari sesar-sesar aktif lainnya di Jawa Barat, Sesar Lembang dapat juga menjadi sumber gempa bumi itu sendiri. Untuk itulah petapeta kerawanan bencana gempa bumi ke arah Kota Bandung yang berpenduduk padat mulai dibuat. Diantaranya peta percepatan gelombang gempa bumi yang menunjukkan daerah rawan bencana selain di sepanjang jalur sesar, juga merambat ke arah selatan Bandung, pada daerah-daerah bekas endapan danau yang bertanah fondasi kurang mantap. Peta-peta ini sudah cukup berharga untuk membuat kita waspada, karena gempa bumi sulit diprediksi!
Ketika kita sulit menentukan kapan datangnya gempa bumi, maka usaha terbaik adalah bagaimana kita mempersiapkan diri jika gempa itu benar-benar datang. Itulah usaha mitigasi bencana, yaitu usaha untuk meminimalkan risiko atau akibat dari bencana. Mitigasi terbagi ke dalam dua jenis, yaitu secara struktural berupa penataan ruang atau kode bangunan, dan secara non-struktural berupa pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat bagaimana selamat dari bencana. Saran-saran arsitek perlu diperhatikan dalam membangun bangunan di kawasan rawan bencana akibat gempa bumi. Diantaranya adalah tiang yang kuat, struktur yang sederhana, bahan yang ringan, dan lokasi yang aman (misalnya tidak di tebing atau pada jalur sesar aktif). Begitulah mitigasi struktural yang mencakup syarat bangunan dan tata perwilayahan ruangnya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikH51HUxk6HoEi-gx7qzO6mWykfPYkNwOvrEW6uG53rQ8Ydw_LhBESbdBNhu25VQYGfZfI-sZ4wZd6FHA6O3UzLMozjnXQioe80L9Z1VVa6xj4A52Hga9mKcXekw5_OIVz3vEGmYap434b/s1600/GEOMAGZ201103.bmpb.bmp
Pasir Sereh, Cihideung, Jl. Sersan Bajuri, Lembang, merupakan bidang sesar yang tanahnya longsor pada akhir 2010 lalu. Lembah di depannya menjadi cekungan sag-pon yang merekam gerakan sesar di masa lalu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpu8640SpoY5lO45jgnFQYfSOA6ihhqjGaFiyJNpKepYkg_rNirFPyl4mKU8nsgAQuOZT3WphNOuzhbh7t8gvUmI5kFJIirkyc-Z0PDnK6kxkGLOOYwHWb14n2D1lKzsa84UAAmcjdgI0M/s1600/GEOMAGZ201103.bmpc.bmp
Hasil sementara vektor pergeseran di sekitar Sesar Lembang pengukuran dengan GPS antara 2006 – 2010
(Sumber: Slide Meilano, dkk. 2011 pada Kuliah Umum tentang Sesar Lembang, Great, ITB)


Cekungan Bandung merupakan cekungan (basin) yang dikelilingi oleh gunung api dengan ketinggian 650 m sampai lebih dari 2000 meter. Sungai Citarum yang berhulu di gunung Wayang Kabupaten Bandung (1700 m dpl) melewati dasar cekungan dan mengalir menuju Waduk Saguling, bermuara di pantai utara Jawa tepatnya di Kabupaten Karawang. Berdasarkan ciri-ciri litologi, Cekungan Bandung terbagi atas 4 bagian berdasarkan batuan penyusunnya yaitu: endapan tersier, hasil gunung api tua, hasil gunung api muda dan endapan danau (Narulita et al., 2008). Untuk penjelasan terhadap geologi Cekungan Bandung berdasarkan studi pustaka, dapat dijabarkan dalam beberapa sub bab sebagai berikut:
1.  Morfologi
Terkait dengan batas wilayah Cekungan Bandung, terdapat 4 anggapan mengenai batas luas yaitu:
a. Dataran Tinggi Bandung (wilayah administratif Kota Bandung saat ini kecuali kecuali kawasan Kota Bandung utara yaitu sebelah utara jalan raya timur meliputi: Surapati-Cicaheum-Ujungberung-Cileunyi).
b. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu.
c. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum-Rajamandala (Waduk Saguling).
d. Batas Administratif Kabupaten Bandung Bagian Barat.
Batasan Cekungan Bandung adalah daerah yang didasarkan pada sebaran endapan danau Bandung purba yang secara morfologis membentuk Dataran Danau Bandung dan daerah sekelilingnya yang merupakan sumber asal endapan danau (Brahmantyo, 2005). Sehingga Cekungan Bandung adalah cekungan topografi yang membentuk daerah pengaliran Citarum hingga berakhir di titik aliran Citarum pada daerah perbukitan Rajamandala (Pasir Kiara-Pasir Larang, berdekatan dengan poros bendungan Saguling). Definisi batasan Cekungan Bandung ini sesuai dengan anggapan ke-3 yaitu DAS Citarum-Rajamandala (Waduk Saguling)  (Brahmantyo, 2005).
Untuk identifikasi satuan bentang alam, Cekungan Bandung dapat dibagi menjadi beberapa satuan bentang alam (Sampurno, 2004), sebagai berikut:
Satuan Dataran Danau Bandung
Satuan Dataran Danau Bandung berukuran cukup luas dengan ukuran kurang lebih 750 km persegi yang memanjang ke arah barat-timur, terletak pada ketinggian sekitar 700 m dpl. Luas dataran ini sekitar 20 persen dari seluruh Cekungan Bandung. Dataran ini merupakan dataran endapan danau Bandung purba yang telah mengering ribuan tahun yang lalu. Sungai utama dari dataran ini adalah Citarum yang membelah dataran danau sehingga Ci Tarum terletak pada titik terendah pada Cekungan Bandung. Di dalam satuan dataran danau terdapat Dataran Kipas Aluvial yang menempati seperlima luas Dataran Danau Bandung. Dataran Kipas Aluvial menyebar hingga meliputi daerah Cimahi-Dago sebagai batas utara menuju Cicaheum dan Buah Batu. Citarum mengalir di Dataran Danau Bandung dengan pola meander berkelok-kelok khususnya di sebelah utara Ciparay hingga Curug Jompong (sebelah selatan Cimahi).
b. Satuan Dataran Danau Bandung
Satuan Kerucut Gunung Api merupakan pagar yang mengelilingi dataran danau, menempati sekitar 70 persen dari seluruh luas daerah Cekungan Bandung.  Satuan ini terdiri dari badan gunung api kuarter dengan ketinggian sekitar 2000 m. Di sebelah utara berjajar deretan gunung api Burangrang, Tangkuban Perahu (2076 m), Bukit Tunggul, Canggak, Manglayang. Untuk di sebelah timur terdapat kerucut-kerucut gunung api kecil-kecil antara lain Mandalawangi (1650 m), Mandalagiri, Gandapura dan lain sebagainya. Bagian selatan terdapat dataran danau berjajar gunung api Malabar (2343 m), Patuha (2434 m) dan lain sebagainya. Diantara gunung-gunung api tersebut masih banyak ditemui endapan-endapan vulkanik seperti breksi vulkanik, tufa, beberapa lidah-lidah lava. Tufa di daerah Lembang dan Dago kaya akan batu apung dan bersifat tras. Ke arah Satuan Dataran Danau, kerucut gunung api menjadi melandai membentuk kaki gunung api dimana kemiringan lahannya berkisar 5 hingga 15 persen.
c. Satuan Pematang Homoklin
Satuan Pematang Homoklin adalah perbukitan memanjang yang membentuk daerah perbukitan Rajamandala-Padalarang, memanjang kurang lebih dengan arah timur timur laut- barat barat daya. Kedudukan satuan ini berada di dinding barat dari Cekungan Bandung dimana terdapat celah aliran Ci Tarum yang membelah perbukitan. Memiliki ketinggian sekitar 800-1000 m dpl dan seluas kurang lebih 7 persen dari luas total Cekungan Bandung. Pematang Homoklin menunjukkan bahwa lereng sebelah utara lebih terjal sekitar kurang lebih 30-140 persen dibandingkan daerah lereng sebelah selatan. Lereng selatan memiliki kemiringan lapisan pembentuknya sekitar rata-rata 30-60 persen. Ci Tarum menyusuri daerah di sebelah selatan perbukitan Rajamandala. Batuan-batuan pembentuknya adalah berbagai batuan sedimen marin tersier dari berbagai formasi antara lain batu gamping dan batu lempung.
d. Satuan Perbukitan Isolasi
Di dalam satuan dataran danau bermunculan bukit-bukit yang terpisah satu sama lain atau berkelompok menjadi jajaran perbukitan. Bukit-bukit tersebut dikelompokkan menjadi suatu Satuan Perbukitan Terisolasi yang terdapat di sebelah selatan Cimahi dan Dayeuhkolot dan berketinggian sekitar 800-900 m. Bukit-bukit tersebut antara lain Gunung Bohong (878 m), Gunung Pangaten, Gunung Koromong, Gunung Geulis dan lain sebagainya. Sungai-sungai yang berada di kaki perbukitan kerucut gunung api maupun yang berada di dataran danau mengandung berbagai jenis pasir untuk bahan bangunan.
2.  Geologi dan Sifat-Sifat Fisik Batuan
Litologi penyusun wadah dan isi Cekungan Bandung adalah batuan gunung api yang secara stratigrafi kegiatan vulkanismenya sudah dimulai sejak Kala Paleosen. Berdasarkan Bronto and Hartono (2006), kemungkinan pembentukan Cekungan Bandung disebabkan oleh 4 hal:
1. Merupakan cekungan antar gunung (intra-mountain basin), sebagai bentukan utamanya adalah eksogen.
2. Merupakan graben, sebagai bentukan murni deformasi tektonika.
3. Merupakan kaldera, sebagai bentukan murni letusan gunung api.
4.Merupakan volcano-tectonic calderas, sebagai hasil perpaduan proses tektonika dan  vulkanisme.
Cekungan Bandung terdiri atas berbagai formasi morfologi yang terdiri atas berbagai batuan berumur Oligosen hingga Resen. Batuan-batuan tersebut dikelompokkan dalam beberapa formasi (Sampurno, 2004 dan Hutasoit, 2009), sebagai berikut:
Formasi Cibeureum
Merupakan lapisan aquifer utama dengan sebaran berbentuk kipas yang bersumber dari Gunung Tangkubanparahu. Formasi ini terutama terdiri atas perulangan breksi dan tuf dengan tingkat konsolidasi rendah serta beberapa sisipan lava basal, dengan umur Plistosen Akhir-Holosen. Breksi dalam formasi ini adalah breksi vulkanik yang disusun oleh fragmen-fragmen skoria batuan beku andesit basal dan batu apung.
 Formasi Kosambi
Nama Formasi Kosambi diusulkan oleh Koesoemadinata dan Hartono (1981) untuk menggantikan nama Endapan Danau yang digunakan oleh Silitonga (1973). Sebaran formasi ini dipermukaan adalah di bagian tengah. Litologinya terutama terdiri atas batu lempung, batu lanau dan batu pasir yang belum kompak dengan umur Holosen. Formasi ini mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Cibeureum bagian atas. Berdasarkan sifat litologinya, formasi ini berperan sebagai akuintar di kawasan Cekungan Bandung.
Formasi Cikapundung
Formasi ini adalah satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian (Koesoemadinata dan Hartono, 1981) dan terdiri atas konglomerat dan breksi kompak, tuf dan lava andesit. Umur formasi ini diperkirakan Plistosen Awal.
Kekompakan litologi penyusun formasi ini dapat digunakan sebagai salah satu pembeda dengan formasi Cibeureum serta dasar untuk menentukan peran formasi ini sebagai batuan dasar hidrogeologi di kawasan Cekungan Bandung. Menurut Silitonga (1973) formasi ini adalah ekuivalen dengan Qvu. Selain formasi ini, berdasarkan sifat litologinya Qvl, Qvb, Qob, dan Qyl dapat dimasukkan sebagai batuan dasar. Satuan-satuan lain yang membentuk batuan dasar adalah batuan gunung api Kuarter (kecuali Formasi Cibeureum dan Formasi Cikapundung), batuan gunung api Tersier, batuan sedimen Tersier, dan batuan terobosan yang tercakup didalam peta geologi.
c. Endapan Batuan Vulkanik (Kuarter)
Berbagai endapan gunung api dapat dipisahkan antara lain berdasarkan umur maupun komposisi. Umumnya terdiri dari breksi vulkanik, tufa, lidah-lidah lava, endapan lahar dan aglomerat. Tufa dari Gunung Tangkuban Perahu yang menyebar hingga Lembang, beberapa tempat di Dago, dan Kipas Aluvial Bandung utara, sebagian besar mengandung batu apung yang bersifat berpori dan permeabel. Tufa yang membentuk daerah Gunung Burangrang, Gunung Sunda, Gunung Bukit Tunggul, Gunung Canggak dan perbukitan Dago Utara hingga Maribaya terdiri atas breksi vulkanik berselingan dengan endapan lahar, tufa halus dan lidah-lidah lava. Sifat batuan umumnya sedikit kompak daripada tufa berbatu apung tetapi masih cukup permeabel. Lapisan endapan vulkanik di sebelah utara umumnya menunjukkan kemiringan ke arah selatan sekitar 5-7 derajat. Pada permukaannya, endapan vulkanik menunjukkan tanah hasil pelapukan yang bersifat gembur dan mudah terkikis tetapi subur.
d. Endapan Danau Purba
Terdiri dari lapisan-lapisan kerakal, batu pasir, batu lempung, tersemen, lemah, gembur dan terkadang kenyal. Beberapa lapisan bersifat permeabel dan menjadi akifer yang baik. Beberapa lapisan lain bersifat lembek, organik dan mempunyai daya dukung rendah dan air tanah yang dikandungnya dapat bersifat agak asam atau berbau sulfur. Kedudukan lapisan umumnya horisontal dengan hubungan antar lapisan kadang-kadang berbentuk silang jari.
e. Endapan Aluvial
Terdiri dari kerikil, pasir, lanau dari endapan sungai atau endapan banjir pada umumnya bersifat lepas sampai tersemen lemah, atau plastis bahkan dapat bersifat mengalir bila jenuh air. Pasir lepas dan kerakal endapan sungai masih mengandung cukup banyak lumpur.


Sebagai gambaran dari kondisi geologi kawasan Cekungan Bandung, dapat dilihat pada gambar 1, sebagai berikut:
Sumber Referensi:
Brahmantyo, 2004. Mencari Delineasi Geomorfologi Cekungan Bandung. Departemen Pekerjaan Umum: Jakarta
Brahmantyo, 2005. Geologi Cekungan Bandung. Diktat Kuliah. Institut Teknologi Bandung: Bandung
Hutasoit, 2009. Kondisi Permukaan Air Tanah Dengan Dan Tanpa Peresapan Buatan Di Daerah Bandung: Hasil Simulasi Numerik. Jurnal Geologi Indonesia: Bandung


Sejarah Bandung
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhp8Z359A94r8vfZCuwrAho8ZSIpJ6T2SKePMMQuPcfd7HOLXuN5KkUmd95Aw6NPayuGF4UYCJylGSm5Yj1YQRaMt9oTKtmpRvmB_O-uj8RwWFYdwRaKH8xXS2nGXarD98YypNpV_Lml_UI/s640/telagabandung.jpg
Gunung Sunda Purba
Berdasarkan penelitian dan ditenggarai ditemukannya bukti-bukti alam terbentuknya daratan Bandung purba yang sangat berharga. Di antaranya kars (batu kapur) di Citatah, Padalarang, Kab. Bandung Barat, sebagai bukti daerah itu pada zaman Miosen awal (23 – 17 juta tahun lalu) pantai utara (pantura) ada di sana. Kini kawasan itu dikenal antara lain dengan Karangpanganten, Karanghawu, Pasir (Bukit Pabeasan), dll.
Bandung kota dan sekitarnya, pada masa lampau merupakan danau yang dikenal dengan Danau Bandung. Keadaan yang sekarang terlihat merupakan pedataran yang biasa disebut dengan istilah “Cekungan Bandung” (BandungBasin). Daerah sekitar cekungan tersebut, diperkirakan dahulu merupakan tepian danau sehingga banyak diperoleh sisa-sisa aktivitas manusia masa lampau (Koesoemadinata, 2001).
Van Bemmelen, 1935, meneliti sejarah geologi Bandung. Pengamatan dilakukan terhadap singkapan batuan dan bentuk morfologi dari gunung api-gunung api di sekitar Bandung. Penelitian yang dilakukan berhasil mengetahui bahwa danau Bandung terbentuk karena pembendungan Sungai Citarum purba. Pembendungan ini disebabkan oleh pengaliran debu gunung api masal dari letusan dasyat Gunung Tangkuban Parahu yang didahului oleh runtuhnya Gunung Sunda Purba di sebelah baratlaut Bandung dan pembentukan kaldera di mana di dalamnya Gunung Tangkuban Parahu tumbuh. Van Bemmelen secara rinci menjelaskan, sejarah geologi Bandung dimulai pada zaman Miosen (sekitar 20 juta tahun yang lalu). Saat itu daerah Bandung utara merupakan laut, terbukti dengan banyaknya fosil koral yang membentuk terumbu karang sepanjang punggungan bukit Rajamandala. Kondisi sekarang, terumbu tersebut menjadi batukapur dan ditambang sebagai marmer yang berpolakan fauna purba.
Bukit pegunungan api diyakini masih berada di daerah sekitar Pegunungan Selatan Jawa. Sekitar 14 juta sampai 2 juta tahun yang lalu, laut diangkat secara tektonik dan menjadi daerah pegunungan yang kemudian 4 juta tahun yang lalu dilanda dengan aktivitas gunung api yang menghasilkan bukit-bukit yang menjurus utara selatan antara Bandung dan Cimahi, antara lain Pasir Selacau. Pada 2 juta tahun yang lalu aktivitas vulkanik ini bergeser ke utara dan membentuk gunung api purba yang dinamai Gunung Sunda, yang diperkirakan mencapai ketinggian sekitar 3000 m di atas permukaaan air laut. Sisa gunung purba raksasa ini sekarang adalah punggung bukit.
Sekitar Situ Lembang (salah satu kerucut sampingan sekarang disebut Gunung Sunda) dan Gunung Burangrang diyakini sebagai salah satu kerucut sampingan dari Gunung Sunda Purba ini. Sisa lain dari lereng Gunung Sunda Purba ini terdapat di sebelah utara Bandung, khususnya sebelah timur Sungai Cikapundung sampai Gunung Malangyang, yang oleh van Bemmelen (1935, 1949) disebut sebagai Blok Pulasari. Pada lereng ini terutama ditemukan situs-situs artefak, yang diteliti lebih lanjut oleh Rothpletz pada zaman Jepang dan pendudukan Belanda di Masa Perang Kemerdekaaan. Sisa lain dari Gunung Sunda Purba ini adalah Bukit Putri di sebelah timur laut Lembang (Koesoemadinata, 2001).
Gunung Sunda Purba itu kemudian runtuh, dan membentuk suatu kaldera (kawah besar yang berukuran 5-10 km) yang ditengahnya lahir Gunung Tangkuban Parahu, yang disebutnya dari Erupsi A dari Tangkuban Parahu, bersamaan pula dengan terjadinya patahan Lembang sampai Gunung Malangyang, dan memisahkan dataran tinggi Lembang dari dataran tinggi Bandung. Kejadian ini diperkirakan van Bemmelen (1949) terjadi sekitar 11.000 tahun yang lalu.
Suatu erupsi cataclysmic kedua terjadi sekitar 6000 tahun yang lalu berupa suatu banjir abu panas yang melanda bagian utara Bandung (lereng Gunung Sunda Purba) sebelah barat Sungai Cikapundung sampai sekitar Padalarang di mana Sungai Citarum Purba mengalir ke luar dataran tinggi Bandung. Banjir abu vulkanik ini menyebabkan terbendungnya Sungai Citarum Purba, dan terbentuklah Danau Bandung.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvybOnLV00F32o5xBYSMo3guQFVPFyTpYBmBFuhNC5dJ239QDDMcv0EdST-Xi91ZRqPLUn9uyWhXe5iimYFhILMIcGREi_aTdL6vL-yZDisvCBh7IspILhOGCPVNHlabCKELzgYe45335g/s640/Gunungsunda.jpg
Tahun 90-an, Dam dan Suparan (1992) dari Direktorat Tata Lingkungan Departemen Pertambangan mengungkapkan sejarah geologi dataran tinggi Bandung. Penelitian ini menggunakan teknologi canggih seperti metoda penanggalan pentarikhan radiometri dengan isotop C-14 dan metode U/Th disequilibirum. Dam melakukan pengamatan terhadap perlapisan endapan sedimen Danau Bandung dari 2 lubang bor masing-masing sedalam 60 m di Bojongsoang (Kabupaten Bandung) dan sedalam 104 m di Sukamanah (Kabupaten Bandung); melakukan pentarikhan dengan metoda isotop C-14 dan 1 metoda U/Th disequilibirum; dan pengamatan singkap dan bentuk morfologi di sekitar Bandung. Berbeda dengan Sunardi (1997) yang mendasarkan penelitiannnya atas pengamatan paleomagnetisme dan pentarikhan radiometri dengan metode K-Ar.
Simpulan penting adalah bahwa pentarikhan kejadian-kejadian ini jauh lebih tua daripada diperkirakan oleh van Bemmelen (1949), kecuali periode pembentukanGunung Sunda Purba serta kejadian-kejadian sebelumnya. Keberadaan danau purba Bandung dapat dipastikan, bahkan turun naiknya muka air danau, pergantian iklim serta jenis floranya dapat direkam lebih baik (van der Krass dan Dam, 1994).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQ1QTipoLukG45wx6XC9Y1cdi1MksdGI-sE6qDabn7Zp28kYYHxjB9UE1iZXEfFm4JgM0LyUnKBomWJj2e78YQCHNq4v94f4VVKFEhErAxUkNC1j8tx6kgcSj8vN5M6JL6FjbfUnJn1MDp/s320/images.jpg

Hasil yang diperoleh, pembentukan danau Bandung bukan disebabkan oleh suatu peristiwa ledakan Gunung Sunda atau Tangkuban Parahu, tetapi mungkin karena penurunan tektonik dan peristiwa denudasi dan terjadi pada 125 KA (kilo-annum/ribu tahun) yang lalu (Dam et al, 1996).
Keberadaan Gunung Sunda Purba dipastikan antara 2 juta sampai 100 juta tahun yang lalu berdasarkan pentarikhan batuan beku aliran lava, antara lain di Batunyusun timur laut Dago Pakar di Pulasari Schol (1200 juta tahun), Batugantung Lembang 506 kA (ribu tahun) dan di Maribaya (182 dan 222 kA). Memang suatu erupsi besar kataklismik (cataclysmic) terjadi pada 105 ribu tahun yang lalu, berupa erupsi Plinian  yang menghasilkan aliran besar dari debu panas yang melanda bagian baratlaut Bandung dan membentuk penghalang topografi yang baru di Padalarang (Kabupaten Bandung Barat), yang mempertajam pembentukan danau Bandung. Erupsi besar ini diikuti dengan pembentukan kaldera atau runtuhnya Gunung Sunda yang diikuti lahirnya Gunung Tangkuban Parahu beberapa ratus atau ribu kemudian, yang menghasilkan aliran lava di Curug Panganten (Kota CImahi) 62 ribu tahun yang lalu, sedangkan sedimentasi di danau Bandung berjalan terus.
Suatu ledakan gunung api cataclysmic kedua terjadi antara 55 dan 50 ribu tahun yang lalu, juga berupa erupsi Plinian dan melanda Bandung barat laut, sedangkan aliran-aliran lava di Curug Dago dan Kasomalang (Subang), terjadi masing-masing 41 dan 39 ribu tahun yang lalu. Sementara itu, sedimentasi di Danau Bandung berjalan terus, antara lain pembentukan suatu kipas delta purba yang kini ditempati oleh Kota Bandung pada permukaan danau tertinggi. Akhir dari Danau Bandung pun dapat ditentukan pentarikhannya yaitu 16 ribu tahun yang lalu.



Sejarah Geologi dan Geomorfologi
Bandung Utara

Disusun oleh    :
1.          Desy inayati 3201411003
2.          Prasifita F K 3201411014
3.          Desty A K 3201411015
4.          Teta Pradini A 3201411016
5.          Ika Yunita 3201411023
6.          Ekananda 3201411026
7.          Delia Ekky C 3201411027
8.          Sigit bayhu I 3201411028
9.          Elvita S 32014110
10.      Ulfatun N 32014110
11.      Oktaviani R 32014110
12.      Arifianti H 32014110

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011